Visemedia.id | Serang, – Organisasi Papua Merdeka (OPM) merupakan gerakan separatis yang telah lama menjadi persoalan serius bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Gerakan ini beroperasi di sejumlah wilayah Papua dengan struktur yang tidak terpusat, terdiri dari kelompok bersenjata, simpatisan di tingkat lokal, serta jaringan pendukung di luar negeri yang aktif mengangkat isu Papua ke forum internasional. Pemerintah Indonesia sendiri menetapkan sayap bersenjata OPM sebagai Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) dan sejak tahun 2021 dikategorikan sebagai kelompok teroris.
Konflik berkepanjangan ini tidak hanya berdampak pada stabilitas keamanan, tetapi juga pada situasi hak asasi manusia (HAM) di Papua. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mencatat bahwa sepanjang tahun 2023 terdapat 113 peristiwa dugaan pelanggaran HAM di Papua. Konflik bersenjata antara aparat keamanan dan KKB menjadi permasalahan utama yang terus berulang, dengan korban jiwa yang tidak sedikit, baik dari unsur TNI, Polri, maupun masyarakat sipil.
Salah satu faktor yang membuat KKB sulit diberantas adalah strategi gerilya yang mereka gunakan. Anggota KKB kerap menyamar sebagai warga sipil dan berpindah-pindah lokasi, memanfaatkan kondisi geografis Papua yang sulit dijangkau. Selain itu, adanya perlindungan dari tokoh atau struktur adat tertentu membuat aparat keamanan menghadapi tantangan besar dalam melakukan penegakan hukum tanpa menimbulkan dampak sosial yang lebih luas.
Namun demikian, persoalan Papua tidak dapat dipandang semata sebagai isu keamanan. Komnas HAM juga menyoroti terbatasnya ruang demokrasi di Papua, termasuk masih ditemukannya penggunaan kekuatan berlebihan dalam penanganan demonstrasi serta kriminalisasi terhadap ekspresi politik masyarakat. Di sisi lain, pelaksanaan otonomi khusus jilid II dan kebijakan pemekaran wilayah turut memunculkan konflik agraria dan ketegangan sosial di tingkat lokal.
Oleh karena itu, penyelesaian konflik Papua menuntut pendekatan yang lebih komprehensif. Pemerintah perlu mengedepankan prinsip penghormatan dan perlindungan HAM dalam setiap kebijakan keamanan. Aparat penegak hukum harus bekerja secara profesional dan akuntabel, terutama dalam menginvestigasi kasus-kasus kekerasan agar keadilan dapat dirasakan oleh seluruh warga Papua, baik Orang Asli Papua (OAP) maupun non-OAP.
Selain itu, pembangunan di Papua perlu ditinjau kembali agar benar-benar selaras dengan kebutuhan dan konteks sosial masyarakat setempat. Perlindungan terhadap pengungsi internal, penyelesaian konflik agraria, serta pembukaan ruang dialog yang bermakna menjadi langkah penting untuk membangun kepercayaan dan menciptakan perdamaian berkelanjutan. Tanpa pendekatan yang adil dan manusiawi, konflik Papua berpotensi terus berulang dan menghambat terwujudnya kesejahteraan yang menjadi cita-cita bersama.
Nama : Nurdiyansah, S.IP.,M.H
Nik : 251090200508
Kelas : 01HKSM003
Fakultas Hukum Universitas Pamulang PDSKU Kota Serang










































