Jakarta, visemedia.id – Integritas Mahkamah Konstitusi (MK) kembali disorot. Sejumlah elemen gerakan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Pemuda dan Mahasiswa Pemerhati Bangsa menggelar aksi demonstrasi di depan Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, pada Jumat (14/11).
Aksi ini menuntut pertanggungjawaban moral dan hukum atas dugaan kasus ijazah palsu yang menyeret nama salah satu Hakim Konstitusi, Asrul Sani.
Dugaan ini berpusat pada gelar Doctor of Philosophy (Ph.D.) atau S3 yang diperoleh Asrul Sani pada tahun 2023 dari Collegium Humanum-Warsaw Management University di Polandia.
Institusi pendidikan di Polandia tersebut saat ini tengah diselidiki oleh Komisi Pemberantasan Korupsi Polandia (CBA) atas dugaan pemalsuan dan ketidakabsahan gelar.
“Fakta bahwa lembaga penegak hukum di negara asal pemberi gelar melakukan penyelidikan adalah sebuah indikasi yang sangat serius dan tidak dapat dianggap remeh,” ujar Desto, Koordinator Aliansi Pemuda Mahasiswa Pemerhati Bangsa, dalam orasinya.
Desto menekankan bahwa kasus ini melampaui persoalan administrasi pribadi. Menurutnya, sebagai salah satu pilar kekuasaan kehakiman, MK memikul amanah besar, sehingga integritas setiap hakim konstitusi harus berada di atas standar, bersih, dan tidak tercela.
“Kasus ini bukan hanya persoalan administratif individu, melainkan telah menyentuh ranah pelanggaran konstitusional, pidana, dan etik yang berpotensi merusak fondasi lembaga peradilan tertinggi, khususnya Mahkamah Konstitusi (MK),” tegas Desto.
Aliansi itu juga mengaitkan dugaan penggunaan ijazah palsu untuk menduduki jabatan Hakim Konstitusi dengan pelanggaran UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Desto menyoroti Pasal 12B UU tersebut.
“Penggunaan ijazah palsu untuk menduduki jabatan publik strategis seperti Hakim Konstitusi dapat diasosiasikan dengan memperoleh ‘gratifikasi’ berupa jabatan, di mana Pasal 12B menyebutkan gratifikasi kepada penyelenggara negara dapat dianggap sebagai suap,” jelasnya.
Menyikapi perkembangan tersebut, Aliansi Pemuda Mahasiswa Pemerhati Bangsa menyampaikan tiga tuntutan mendesak kepada pihak-pihak terkait:
1. Menuntut Asrul Sani untuk segera mengundurkan diri dari jabatan Hakim Konstitusi sebagai bentuk pertanggungjawaban moral guna menjaga kredibilitas dan martabat MK.
2. Meminta Pimpinan dan Dewan Etik Mahkamah Konstitusi (MKMK) segera melakukan pemeriksaan dan verifikasi secara independen dan transparan. Jika terbukti, MKMK didesak menjatuhkan sanksi etik setinggi-tingginya dan melaporkan kasus ini kepada Kepolisian Republik Indonesia untuk penyelidikan dugaan tindak pidana pemalsuan dokumen.
3. Mendorong Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk mempertimbangkan penggunaan hak impeachment atau mekanisme hukum lainnya untuk mencopot Hakim Konstitusi yang terbukti melanggar hukum, sesuai amanat UUD 1945 dan UU MK.
“Kami percaya bahwa Mahkamah Konstitusi adalah rumah bagi konstitusi dan keadilan. Jangan biarkan rumah itu runtuh karena satu batu bata yang rapuh. Tindakan tegas dan transparan dari MK dalam menangani kasus ini justru akan mengukuhkan kewibawaan dan kepercayaan publik,” tutup Desto.











































